6. Kerajaan Kediri
Kehidupan
politik pada bagian awal di Kerajaan Kediri ditandai dengan perang saudara
antara Samarawijaya yang berkuasa di Panjalu dan Panji Garasakan yang berkuasa
di Jenggala. Mereka tidak dapat hidup berdampingan. Pada tahun 1052 M terjadi
peperangan perebutan kekuasaan di antara kedua belah pihak. Pada tahap pertama
Panji Garasakan dapat mengalahkan Samarawijaya, sehingga Panji Garasakan
berkuasa. Di Jenggala kemudian berkuasa raja-raja pengganti Panji Garasakan.
Tahun 1059 M yang memerintah adalah Samarotsaha. Akan tetapi setelah itu tidak
terdengar berita mengenal Kerajaan Panjalu dan Jenggala. Baru pada tahun 1104 M
tampil Kerajaan Panjalu sebagai rajanya Jayawangsa. Kerajaan ini lebih dikenal
dengan nama Kerajaan Kediri dengan ibu kotanya di Daha.
Tahun 1117 M Bameswara tampil sebagai Raja Kediri Prasasti yang ditemukan, antara lain Prasasti Padlegan (1117 M) dan Panumbangan (1120 M). Isinya yang penting tentang pemberian status perdikan untuk beberapa desa.
Pada
tahun 1135 M tampil raja yang sangat terkenal, yakni Raja Jayabaya. Ia
meninggalkan tiga prasasti penting, yakni Prasasti Hantang atau Ngantang (1135
M), Talan (1136 M) dan Prasasti Desa Jepun (1144 M). Prasasti Hantang memuat
tulisan panjalu jayati, artinya panjalu menang. Hal itu untuk mengenang
kemenangan Panjalu atas Jenggala. Jayabaya telah berhasil mengatasi berbagai
kekacauan di kerajaan.
Di kalangan masyarakat
Jawa, nama Jayabaya sangat dikenal karena adanya Ramalan atau Jangka Jayabaya.
Pada masa pemerintahan Jayabaya telah digubah Kitab Baratayuda oleh Empu Sedah
dan kemudian dilanjutkan oleh Empu Panuluh.Patung Ken Arik dan Ken Dedes
Perkembangan Politik,
Sosial, dan Ekonomi
Sampai masa awal
pemerintahan Jayabaya, kekacauan akibat pertentangan dengan Janggala terus
berlangsung. Baru pada tahun 1135 M Jayabaya berhasil memadamkan kekacauan itu.
Sebagai bukti, adanya kata-kata panjalu jayati pada prasasti Hantang.
Setelah kerajaan stabil, Jayabaya mulai menata dan mengembangkan kerajaannya.
Kehidupan Kerajaan Kediri
menjadi teratur. Rakyat hidup makmur. Mata pencaharian yang penting adalah
pertanian dengan hasil utamanya padi. Pelayaran dan perdagangan juga
berkembang. Hal ini ditopang oleh Angkatan Laut Kediri yang cukup tangguh.
Armada laut Kediri mampu menjamin keamanan perairan Nusantara. Di Kediri telah
ada Senopati Sarwajala (panglima angkatan laut). Bahkan Sriwijaya yang pernah
mengakui kebesaran Kediri, yang telah mampu mengembangkan pelayaran dan
perdagangan. Barang perdagangan di Kediri antara lain emas, perak, gading, kayu
cendana, dan pinang. Kesadaran rakyat tentang pajak sudah tinggi. Rakyat
menyerahkan barang atau sebagian hasil buminya kepada pemerintah.
Menurut berita Cina, dan kitab Ling-wai-tai-ta diterangkan
bahwa dalam kehidupan sehari-hari orang-orang memakai kain sampai di bawah
lutut. Rambutnya diurai. Rumah-rumah mereka bersih dan teratur, lantainya ubin
yang berwarna kuning dan hijau. Dalam perkawinan, keluarga pengantin wanita
menerima mas kawin berupa emas. Rajanya berpakaian sutera, memakai sepatu, dan
perhiasan emas. Rambutnya disanggul ke atas. Kalau bepergian, Raja naik gajah
atau kereta yang diiringi oleh 500 sampai 700 prajurit.
Di bidang kebudayaan, yang
menonjol adalah perkembangan seni sastra dan pertunjukan wayang. Di Kediri
dikenal adanya wayang panji.
Beberapa karya sastra yang
terkenal, sebagai berikut.
1. Kitab Baratayuda
Kitab Baratayudha ditulis
pada zaman Jayabaya, untuk memberikan gambaran terjadinya perang saudara antara
Panjalu melawan Jenggala. Perang saudara itu digambarkan dengan perang antara Kurawa
dengan Pandawa yang masing-masing merupakan keturunan Barata.
2. Kitab Kresnayana
Kitab Kresnayana ditulis
oleh Empu Triguna pada zaman Raja Jayaswara. Isinya mengenai perkawinan
antara Kresna dan Dewi Rukmini.
3. Kitab Smaradahana
Kitab Smaradahana ditulis
pada zaman Raja Kameswari oleh Empu Darmaja. Isinya menceritakan tentang
sepasang suami istri Smara dan Rati yang menggoda Dewa Syiwa yang
sedang bertapa. Smara dan Rail kena kutuk dan mati terbakar oleh
api (dahana) karena kesaktian Dewa Syiwa. Akan tetapi, kedua suami istri
itu dihidupkan lagi dan menjelma sebagai Kameswara dan permaisurinya.
4. Kitab Lubdaka
Kitab Lubdaka ditulis
oleh Empu Tanakung pada zaman Raja Kameswara. Isinya tentang seorang
pemburu bernama Lubdaka. Ia sudah banyak membunuh. Pada suatu ketika ia
mengadakan pemujaan yang istimewa terhadap Syiwa, sehingga rohnya yang
semestinya masuk neraka, menjadi masuk surga.
Raja yang terakhir dan Kerajaan Kediri adalah Kertajaya atau
Dandang Gendis. Pada masa pemerintahannya, terjadi pertentangan antara raja dan
para pendeta atau kaum brahmana, karena Kertajaya berlaku sombong dan berani
melanggar adat. Hal ini memperlemah pemerintahan di Kediri.Para brahmana
kemudian mencari perlindungan kepada Ken Arok yang merupakan penguasa di
Tumapel. Pada tahun 1222 M, Ken Arok dengan dukungan kaum brahmana menyerang
Kediri. Kediri dapat dikalahkan oleh Ken Arok.
7. Kerajaan
Singhasari
Raja-Raja
yang Memerintah Singhasari
a. Ken Arok
(1222 – 1227 M)
Setelah
berakhirnya Kerajaan Kediri, kemudian berkembang Kerajaan Singhasari. Pusat
Kerajaan Singhasari kira-kira terletak di dekat kota Malang, Jawa Timur.
Kerajaan ini didirikan oleh Ken Arok. Ken Arok berhasil tampil sebagai raja,
walaupun ia berasal dari kalangan rakyat biasa. Menurut kitab Pararaton,
Ken Arok adalah anak seorang petani dari Desa Pangkur, di sebelah timur Gunung
Kawi, daerah Malang. Ibunya bernama Ken Endok.
Diceritakan,
bahwa pada waktu masih bayi, Ken Arok diletakkan oleh ibunya di sebuah makam.
Bayi ini kemudian ditemu oleh seorang pencuri, bernama Lembong. Akibat dari
didikan dan lingkungan keluarga pencuri, maka Ken Arok pun menjadi seorang
penjahat yang sering menjadi buronan pemerintah Kerajaan Kediri. Suatu ketika
Ken Arok berjumpa dengan pendeta Lohgawe. Ken Arok mengatakan ingin
menjadi orang baik- baik. Kemudian dengan perantaraan Lohgawe, Ken Arok
diabdikan kepada seorang Akuwu (bupati) Tumapel, bernama Tunggul
Ametung.
Setelah beberapa lama
mengabdi di Tumapel, Ken Arok mempunyai keinginan untuk memperistri Ken Dedes,
yang sudah menjadi istri Tunggul Ametung. Kemudian timbul niat buruk dari Ken
Arok untuk membunuh Tunggul Ametung agar Ken Dedes dapat diperistri olehnya.
Ternyata benar, Tunggul Ametung dapat dibunuh oleh Ken Arok dengan keris Empu
Gandring. Setelah Tunggul Ametung terbunuh, Ken Arok menggantikan sebagai
penguasa di Tumapel dan memperistri Ken Dedes. Pada waktu diperistri Ken Arok,
Ken Dedes sudah mengandung tiga bulan, hasil perkawinan dengan Tunggul Ametung.
Pada waktu itu Tumapel
hanya daerah bawahan Raja Kertajaya dari Kediri. Ken Arok ingin menjadi raja,
maka ia merencanakan menyerang Kediri. Pada tahun 1222 M Ken Arok atas dukungan
para pendeta melakukan serangan ke Kediri. Raja Kertajaya dapat ditaklukkan
oleh Ken Arok dalam pertempurannya di Ganter, dekat Pujon, Malang. Setelah
Kediri berhasil ditaklukkan, maka seluruh wilayah Kediri dipersatukan dengan
Tumapel dan lahirlah Kerajaan Singhasari.
Setelah berdiri Kerajaan Singhasari, Ken Arok tampil sebagai raja
pertama. Ken Arok sebagai raja bergelar Sri Ranggah Rajasa Sang Amurwabumi.
Ken Arok memerintah selama lima tahun. Pada tahun 1227 M Ken Arok dibunuh oleh
seorang pengalasan atau pesuruh dan Batil, atas perintah Anusapati.
Anusapati adalah putra Ken Dedes dengan Tunggul Ametung. Jenazah Ken Arok
dicandikan di Kagenengan dalam bangunan perpaduan Syiwa-Buddha. Ken Arok
meninggalkan beberapa putra. Bersama Ken Umang, Ken Arok memiliki empat putra,
yaitu Panji Tohjoyo, Panji Sudatu, Panji Wregola, dan Dewi Rambi. Bersama Ken
Dedes, Ken Arok mempunyai putra bernama Mahesa Wongateleng.
b. Anusapati
Tahun 1227 M
Anusapati naik takhta Kerajaan Singhasari. Ia memerintah selama 21 tahun. Akan
tetapi, ia belum banyak berbuat untuk pembangunan kerajaan.
Lambat laun
berita tentang pembunuhan Ken Arok sampai pula kepada Tohjoyo (putra Ken Arok).
Oleh karena ia mengetahui pembunuh ayahnya adalah Anusapati, maka Tohjoyo ingin
membalas dendam, yaitu membunuh Anusapati. Tohjoyo mengetahui bahwa Anusapati
memiliki kesukaan menyabung ayam maka ia mengajak Anusapati untuk menyabung
ayam. Pada saat menyabung ayam, Tohjoyo berhasil membunuh Anusapati. Anusapati
dicandikan di Candi Kidal dekat Kota Malang sekarang. Anusapati meninggalkan
seorang putra bernama Ronggowuni.
c. Tohjoyo
(1248 M)
Setelah
berhasil membunuh Anusapati, Tohjoyo naik tahta. Masa pemerintahannya sangat
singkat, Ronggowuni yang merasa berhak atas tahta kerajaan, menuntut tahta
kepada Tohjoyo. Ronggowuni dalam hal ini dibantu oleh Mahesa Cempaka, putra
dari Mahesa Wongateleng. Menghadapi tuntutan ini, maka Tohjoyo mengirim
pasukannya di bawah Lembu Ampal untuk melawan Ronggowuni. Kemudian terjadi
pertempuran antara pasukan Tohjoyo dengan pengikut Ronggowuni. Dalam
pertempuran tersebut Lembu Ampal berbalik memihak Ronggowuni. Serangan pengikut
Ronggowuni semakin kuat dan berhasil menduduki istana Singhasari. Tohjoyo
berhasil meloloskan diri dan akhirnya meninggal di daerah Katang Lumbang akibat
luka-luka yang dideritanya.
d. Ronggowuni
(1248 - 1268 M)
Ronggowuni
naik tahta Kerajaan Singhasari tahun 1248 M. Ronggowuni bergelar Sri Jaya
Wisnuwardana. Dalam memerintah ia didampingi oleh Mahesa Cempaka yang
berkedudukan sebagai Ratu Anggabaya. Mahesa Cempaka bergelar Narasimhamurti.
Di samping itu, pada tahun 1254 M Wisnuwardana juga mengangkat putranya yang
bernama Kertanegara sebagai raja muda atau Yuwaraja. Pada saat
itu Kertanegara masih sangat muda.
Singhasari di bawah pemerintahan
Ronggowuni dan Mahesa Cempaka hidup dalam keadaan aman dan tenteram. Rakyat
hidup dengan bertani dan berdagang. Kehidupan rakyat juga mulai terjamin. Raja
memerintahkan untuk membangun benteng pertahanan di Canggu Lor.
Tahun 1268 M, Ronggowuni meninggal
dunia dan dicandikan di dua tempat, yaitu sebagai Syiwa di Waleri dan
sebagai Buddha Amogapasa di Jajagu. Jajagu kemudian
dikenal dengan Candi Jago. Bentuk Candi Jago sangat menarik, yaitu kaki candi
bertingkat tiga dan tersusun berundak-undak. Reliefnya datar dan gambar
orangnya menyerupai wayang kulit di Bali. Tokoh satria selalu diikuti dengan
punakawan. Tidak lama kemudian Mahesa Cempaka pun meninggal dunia. Ia
dicandikan di Kumeper dan Wudi Kucir.
e. Kertanegara (1268 -
1292 M)
Tahun 1268 M Kertanegara
naik tahta menggantikan Ronggowuni. Ia bergelar Sri Maharajadiraja Sri
Kertanegara. Kertanegara merupakan raja yang paling terkenal di Singhasari.
Ia bercita-cita, Singhasari menjadi kerajaan yang besar. Untuk mewujudkan
cita-citanya, maka Kertanegara melakukan berbagai usaha.
Perluasan Daerah
Singhasari
Kertanegara
menginginkan wilayah Singhasari hingga meliputi seluruh Nusantara. Beberapa
daerah berhasil ditaklukkan, misalnya Bali, Kalimantan Barat Daya, Maluku, Sunda,
dan Pahang. Penguasaan daerah-daerah di luar Jawa yang merupakan pelaksanaan
politik luar negeri bertujuan untuk mengimbangi pengaruh Kubilai Khan dari
Cina. Pada tahun 1275 M Raja Kertanegara mengirimkan Ekspedisi Pamalayu di
bawah pimpinan Mahesa Anabrang (Kebo Anabrang). Sasaran dari ekspedisi
ini untuk menguasai Sriwijaya. Akan tetapi, untuk menguasainya harus melalui
daerah sekitarnya termasuk bersahabat dan menanamkan pengaruh Singhasari di
Melayu. Sebagai tanda persahabatan, Kertanegara menghadiahkan patung Amogapasa
kepada penguasa Melayu. Ekspedisi Pamalayu diharapkan akan
menggoyahkan Sriwijaya.
Dalam rangka memperkuat
politik luar negeranya, Kertanegara menjalin hubungan dengan kerajaan-kerajaan
lain di luar Kepulauan Indonesia. Misalnya dengan Raja Jayasingawarman
III dan Kerajaan Campa. Bahkan Raja Jayasingawarman III memperistri salah
seorang saudara perempuan dari Kertanegara.
Kertanegara memandang Cina
sebagai saingan. Berkali- kali utusan Kaisar Cina memaksa Kertanegara agar
mengakui kekuasaan Cina, tetapi ditolak oleh Kertanegara. Terakhir pada tahun
1289 M datang utusan Cina yang dipimpin oleh Meng- ki. Kertanegara
marah, Meng-ki disakiti dan disuruh kembali ke Cina. Hal inilah yang membuat
marah Kaisar Cina yang bernama Kubilai Khan. Ia merencanakan membalas
tindakan Kertanegara.
Perkembangan Politik dan
Pemerintahan
Untuk menciptakan pemerintahan yang kuat dan teratur, Kertanegara
telah membentuk badan-badan pelaksana. Raja sebagai penguasa tertinggi.
Kemudian raja mengangkat tim penasihat yang terdiri atas Rakryan i Hino,
Rakryan i Sirikan, dan Rakryan i Halu. Untuk membantu raja dalam
pelaksanaan pemerintahan, diangkat beberapa pejabat tinggi kerajaan yang
terdiri atas Rakryan Mapatih, Rakryan Demung dan Rakryan
Kanuruhan. Selain itu, ada pegawai- pegawai rendahan.
Untuk menciptakan
stabilitas politik dalam negeri, Kertanegara melakukan penataan di lingkungan
para pejabat. Orang-orang yang tidak setuju dengan cita-cita Kertanegara
diganti. Sebagai contoh, Patih Raganata (Kebo Arema) diganti oleh
Aragani dan Banyak Wide dipindahkan ke Madura, menjadi Bupati Sumenep dengan
nama Arya Wiraraja.
Kehidupan Agama
Pada masa pemerintahan
Kertanegara, agama Hindu maupun Buddha berkembang dengan baik. Bahkan terjadi Sinkretisme
antara agama Hindu dan Buddha, menjadi bentuk Syiwa-Buddha. Sebagai
contoh, berkembangnya aliran Tantrayana. Kertanegara sendiri penganut
aliran Tantrayana.
Usahauntukmemperluaswilayahdanmencaridukungan
dan berbagai daerah terus dilakukan oleh Kertanegara. Banyak pasukan Singhasari
yang dikirim ke berbagai daerah. Antara lain pasukan yang dikirim ke tanah
Melayu. Oleh karena itu, keadaan ibu dua kota kerajaan kekuatannya berkurang.
Keadaan ini diketahui oleh pihak-pihak yang tidak senang terhadap kekuasaan
Kertanegara. Pihak yang tidak senang itu antara lain Jayakatwang, penguasa
Kediri. Ia berusaha menjatuhkan kekuasaan Kertanegara.
Saat yang
dinantikan oleh Jayakatwang ternyata telah tiba. Istana Kerajaan Singhasari
dalam keadaan lemah. Pasukan kerajaan hanya tersisa sebagian kecil. Pada saat
itu, Kertanegara sedang melakukan upacara keagamaan dengan pesta pora, sehingga
Kertanegara benar-benar lengah. Tiba- tiba, Jayakatwang menyerbu istana
Kertanegara. Serangan Jayakatwang dibagi menjadi dua arah. Sebagian kecil
pasukan Kediri menyerang dari arah utara untuk memancing pasukan Singhasari
keluar dari pusat kerajaan. Sementara itu induk pasukan Kediri bergerak dan
menyerang dari arah selatan. Untuk menghadapi serangan Jayakatwang, Kertanegara
mengirimkan pasukan yang ada di bawah pimpinan Raden Wijaya dan Pangeran
Ardaraja. Ardaraja adalah anak Jayakatwang dan menantu dari Kartanegara.
Pasukan Kediri yang datang dari arah utara dapat dikalahkan oleh pasukan Raden
Wijaya Akan tetapi, pasukan inti dengan leluasa masuk dan menyerang istana,
sehingga berhasil menewaskan Kertanegara. Peristiwa ini terjadi pada tahun 1292
M. Raden Wijaya dan pengikutnya kemudian meloloskan diri setelah mengetahui
istana kerajaan dihancurkan oleh pasukan Kediri. Sedangkan Ardaraja membalik
dan bergabung dengan pasukan Kediri.
Jenazah Kertanegara
kemudian dicandikan di dua tempat, yaitu di Candi Jawi di Pandaan dan di Candi
Singosari, di daerah Singosari, Malang.
Sebagai raja yang besar, nama Kertanegara diabadikan di berbagai
tempat. Bahkan di Surabaya ada sebuah arca Kertanegara yang menyerupai bentuk
arca Buddha. Arca Kertanegara itu dinamakan arca Joko Dolok. Dengan terbunuhnya
Kertanegara maka berakhirlah Kerajaan Singhasari.
8.
Kerajaan Majapahit
Setelah
Singhasari jatuh, berdirilah kerajaan Majapahit yang berpusat di Jawa Timur,
abad ke-14 - ke-15 M. Berdirinya kerajaan ini sebenarnya sudah direncanakan
oleh Kertarajasa Jayawarddhana (Raden Wijaya). Ia mempunyai tugas untuk
melanjutkan kemegahan Singhasari yang saat itu sudah hampir runtuh. Saat itu
dengan dibantu oleh Arya Wiraraja seorang penguasa Madura, Raden Wijaya membuka
hutan di wilayah yang disebut dalam kitab Pararaton sebagai hutannya orang
Trik. Desa itu dinamai Majapahit, yang namanya diambil dari buah maja, dan rasa
“pahit” dari buah tersebut. Ketika pasukan Mongol tiba, Raden Wijaya bersekutu
dengan pasukan Mongol untuk bertempur melawan Jayakatwang. Setelah berhasil
menjatuhkan Jayakatwang, Raden Wijaya berbalik menyerang pasukan Mongol
sehingga memaksa mereka menarik pulang kembali pasukannya.
Pada
masa pemerintahannya Raden Wijaya mengalami pemberontakan yang dilakukan oleh
sahabat-sahabatnya yang pernah mendukung perjuangan dalam mendirikan Majapahit.
Setelah Raden Wijaya wafat, ia digantikan oleh puteranya Jayanegara. Jayanegara
dikenal sebagai raja yang kurang bijaksana dan lebih suka bersenang-senang.
Kondisi itulah yang menyebabkan pembantu-pembantunya melakukan pemberontakan.
Di
antara pemberontakan tersebut, yang dianggap paling berbahaya adalah pemberontakan
Kuti. Pada saat itu, pasukan Kuti berhasil menduduki ibu kota negara.
Jayanegara terpaksa menyingkir ke Desa Badander di bawah perlindungan pasukan
Bhayangkara pimpinan Gajah Mada. Gajah Mada kemudian menyusun strategi dan
berhasil menghancurkan pasukan Kuti. Atas jasa-jasanya, Gajah Mada diangkat
sebagai patih Kahuripan (1319-1321) dan patih Kediri (1322-1330).
Kerajaan
Majapahit penuh dengan intrik politik dari dalam kerajaan itu sendiri. Kondisi
yang sama juga terjadi menjelang keruntuhan Majapahit. Masa pemerintahan
Tribhuwanattunggadewi Jayawisnuwarddani adalah pembentuk kemegahan kerajaan.
Tribhuwana berkuasa di Majapahit sampai kematian ibunya pada tahun 1350. Ia
diteruskan oleh putranya, Hayam Wuruk. Pada masa Hayam Wuruk itulah Majapahit
berada di puncak kejayaannya. Hayam Wuruk disebut juga Rajasanagara. Ia
memerintah Majapahit dari tahun 1350 hingga 1389.
Pada
masa pemerintahan Raja Hayam Wuruk dan Patih Gajah Mada, Majapahit mencapai
zaman keemasan. Wilayah kekuasaan Majapahit sangat luas, bahkan melebihi luas
wilayah Republik Indonesia sekarang. Oleh karena itu, Muhammad Yamin menyebut
Majapahit dengan sebutan negara nasional kedua di Indonesia. Seluruh kepulauan
di Indonesia berada di bawah kekuasaan Majapahit. Hal ini memang tidak dapat
dilepaskan dan kegigihan Gajah Mada. Sumpah Palapa, ternyata benar-benar
dilaksanakan. Dalam melaksanakan cita-citanya, Gajah Mada didukung oleh
beberapa tokoh, misalnya Adityawarman dan Laksamana Nala. Di bawah pimpinan
Laksamana Nala Majapahit membentuk angkatan laut yang sangat kuat. Tugas
utamanya adalah mengawasi seluruh perairan yang ada di Nusantara. Di bawah
pemerintahan Hayam Wuruk, Majapahit mengalami kemajuan di berbagai bidang Menurut
Kakawin Nagarakertagama pupuh XIII-XV, daerah kekuasaan Majapahit
meliputi Sumatra, Semenanjung Malaya, Kalimantan, Sulawesi, kepulauan Nusa
Tenggara, Maluku, Papua, Tumasik (Singapura) dan sebagian kepulauan Filipina.
Majapahit juga memiliki hubungan dengan Campa, Kamboja, Siam, Birma bagian
selatan, dan Vietnam, dan bahkan mengirim duta-dutanya ke Tiongkok.
SUMPAH PALAPA
Pada saat diangkat sebagai Mahapatih Gajah Mada bersumpah bahwa ia
tidak akan beristirahat (amukti palapa) jika belum dapat menyatukan
seluruh Nusantara. Sumpah itu kemudian dikenal dengan Sumpah Palapa sebagai berikut
:
“Lamun huwus kalah Nusantara isun amukti palapa, amun kalah ring
Gurun, ring seran, Tanjungpura, ring Haru, ring Pahang, Dompo,ring Bali, Sunda,
Palembang, Tumasik, saman isun amukti palapa”.
Artinya:
“Setelah tunduk Nusantara, saya akan beristirahat;
Sesudah kalah Gurun seran, Tanjungpura, Haru, Pahang, Dompo, Bali, Sunda,
Palembang, Tumasik, barulah saya akan beristirahat”
Politik dan
Pemerintahan
Majapahit
telah mengembangkan sistem pemerintahan yang teratur. Raja memegang kekuasaan
tertinggi. Dalam melaksanakan pemerintahan, raja dibantu oleh berbagai badan
atau pejabat berikut.
1. Rakryan
Mahamantri Katrini, dijabat oleh para putra raja, terdiri atas Rakryan i
Hino, Rakryan i Sirikan, dan Rakryan i Halu.
2. Dewan
Pelaksana terdiri atas Rakryan Mapatih atau Patih Mangkabumi, Rakryan
Tumenggung, Rakryan Demung, Rakryan Rangga dan Rakryan
Kanuruhan. Kelima pejaba ini dikenal sebagai Sang Panca ring Wilwatika.
Di antara kelima pejabat itu Rakryan Mapatih atau Patih Mangkubumi merupakan
pejabat yang paling penting. Ia menduduki tempat sebagai perdana menteri.
Bersama sama raja, ia menjalankan kebijaksanaan pemerintahan. Selain itu
terdapat pula dewan pertimbangan yang disebut dengan Batara Sapta Prabu.
Struktur tersebut ada di pemerintah
pusat. Di setiap daerah yang berada di bawah raja-raja, dibuatkan pula struktur
yang mirip.
Untuk menciptakan
pemerintahan yang bersih dan berwibawa, dibentuklah badan peradilan yang
disebut dengan Saptopapati. Selain itu disusun pula kitab hukum oleh
Gajah Mada yang disebut Kitab Kutaramanawa. Gajah Mada memang seorang
negarawan yang mumpuni. Ia memahami pemerintahan strategi perang dan hukum.
Untuk mengatur kehidupan
beragama dibentuk badan atau pejabat yang disebut Dharmadyaksa. Dharmadyaksa
adalah pejabat tinggi kerajaan yang khusus menangani persoalan keagamaan.
Di Majapahit dikenal ada dua Dharmadyaksa sebagai berikut.
1. Dharmadyaksa ring
Kasaiwan, mengurusi agama Syiwa (Hindu),
2. Dharmadyaksa ring
Kasogatan, mengurusi agama Buddha.
Dalam menjalankan tugas,
masing-masing Dharmadyaksa dibantu oleh pejabat keagamaan yang diberi sebutan Sang
Pamegat.
Kehidupan
beragama di Majapahit berkembang semarak. Pemeluk yang beragama Hindu maupun
Buddha saling bersatu. Pada masa itupun sudah dikenal semboyan Bhinneka
Tunggal Ika, artinya, sekalipun berbeda-beda baik Hindu maupun Buddha
pada hakikatnya adalah satu jua. Kemudian secara umum kita artikan berbeda-beda
akhirnya satu jua
Berkat kepemimpinan Hayam
Wuruk dan Gajah Mada, kehidupan politik, dan stabilitas nasional Majapahit
terjamin. Hal ini disebabkan pula karena kekuatan tentara Majapahit dan
angkatan lautnya sehingga semua perairan nasional dapat diawasi.
Majapahit juga menjalin
hubungan dengan negara- negara/ kerajaan lain. Hubungan dengan Negara Siam,
Birma, Kamboja, Anam, India, dan Cina berlangsung dengan baik. Dalam membina
hubungan dengan luar negeri, Majapahit mengenal motto Mitreka Satata,
artinya negara sahabat.
Kehidupan Sosial Ekonomi
Di bawah
pemerintahan Raja Hayam Wuruk, rakyat Majapahit hidup aman dan tenteram. Hayam
Wuruk sangat memperhatikanrakyatnya. Keamanandankemakmuranrakyat diutamakan.
Untuk itu dibangun jalan-jalan dan jembatan- jembatan. Dengan demikian lalu
lintas menjadi lancar. Hal ini mendukung kegiatan keamanan dan kegiatan
perekonomian, terutama perdagangan. Lalu lintas perdagangan yang paling penting
melalui sungai. Misalnya, Sungai Bengawan Solo dan Sungai Brantas. Akibatnya
desa-desa di tepi sungai dan yang berada di muara serta di tepi pantai,
berkembang menjadi pusat-pusat perdagangan. Hal itu menyebabkan terjadinya arus
bolak-balik para pedagang yang menjajakan barang dagangannya dari daerah pantai
atau muara ke pedalaman atau sebaliknya.Bahkan di daerah pantai berkembang
perdagangan antar daerah, antar pulau, bahkan dengan pedagang dari
luar.Kemudian timbullah kota-kota pelabuhan sebagai pusat pelayaran dan
perdagangan. Beberapa kota pelabuhan yang penting pada zaman Majapahit, antara
lain Canggu, Surabaya, Gresik, Sedayu, dan Tuban. Pada waktu itu banyak
pedagang dari luar seperti dari Cina India, dan Siam.
Adanya pelabuhan-pelabuhan
tersebut mendorong munculnya kelompok bangsawan kaya. Mereka menguasai
pemasaran bahan-bahan dagangan pokok dari dan ke daerah- daerah Indonesia Timur
dan Malaka.
Kegiatan pertanian juga
dikembangkan. Sawah dan ladang dikerjakan secukupnya dan dikerjakan secara
bergiliran. Hal ini maksudnya agar tanah tetap subur dan tidak kehabisan lahan
pertanian. Tanggul-tanggul di sepanjang sungai diperbaiki untuk mencegah bahaya
banjir.
Perkembangan Sastra dan
Budaya
Pada masa
pemerintahan Hayam Wuruk, bidang sastra mengalami kemajuan. Karya sastra yang
paling terkenal pada zaman Majapahit adalah Kitab Negarakertagama. Kitab
ini ditulis oleh Empu Prapanca pada tahun 1365 M. Di samping menunjukkan
kemajuan di bidang sastra, Negarakertagama juga merupakan sumber sejarah
Majapahit. Kitab lain yang penting adalah Sutasoma. Kitab ini disusun
oleh Empu Tantular. Kitab Sutasoma memuat kata-kata yang sekarang
menjadi semboyan negara Indonesia, yakni Bhinneka Tunggal Ika. Di
samping itu, Empu Tantular juga menulis kitab Arjunawiwaha.
Bidang seni bangunan juga
berkembang. Banyak bangunan candi telah dibuat. Misalnya Candi Penataran dan
Sawentar di daerah Blitar, Candi Tigawangi dan Surawana di
dekat Pare, Kediri, serta Candi Tikus di Trowulan.
Keruntuhan Majapahit lebih
disebabkan oleh ketidakpuasan sebagian besar keluarga raja, setelah turunnya
Hayam Wuruk. Perang Paregrek telah melemahkan unsur-unsur kejayaan Majapahit. Meskipun
peperangan berakhir, Majapahit terus mengalami kelemahan karena raja yang berkuasa
tidak mampu lagi mengembalikan kejayaannya. Unsur lain yang menyebabkan
runtuhnya Majapahit adalah semakin meluasnya pengaruh Islam pada saat itu.
Kemajuan peradaban Majapahit itu tidak
hilang dengan runtuhnya kerajaan itu. Pencapaian itu terus dipertahankan hingga
masa perkembangan Islam di Jawa. Peninggalan peradaban Majapahit juga dapat
kita saksikan pada perkembangan lingkup kebudayaan Bali pada saat ini.
Kebudayaan yang masih dikembangkan hingga masa Islam adalah cerita wayang yang
berasal dari epos India yaitu Mahabharata dan Ramayana, serta kisah asmara
Raden Panji dengan Sekar Taji (Galuh Candrakirana). Selain itu dapat kita
saksikan juga pada unsur arsitekturnya bentuk atap tumpang, seni ukir
sulur-suluran dan tanaman melata, senjata keris, lokasi keramat, dan masih
banyak lagi
9. Kerajaan
Buleleng dan
Kerajaan
Dinasti Warmadewa di Bali
Menurut
berita Cina di sebelah timur Kerajaan Kaling ada daerah Po-li atau Dwa-pa-tan
yang dapat disamakan dengan Bali. Adat istiadat di Dwa-pa-tan sama
dengan kebiasaan orang-orang Kaling. Misalnya, penduduk biasa menulisi daun lontar.
Bila ada orang meninggal, mayatnya dihiasi dengan emas dan ke dalam mulutnya
dimasukkan sepotong emas, serta diberi bau-bauan yang harum. Kemudian mayat itu
dibakar. Hal itu menandakan Bali telah berkembang.
Dalam sejarah
Bali, nama Buleleng mulai terkenal setelah periode kekuasaan Majapahit. Pada
waktu di Jawa berkembang kerajaan-kerajaan Islam, di Bali juga berkembang
sejumlah kerajaan. Misalnya Kerajaan Gelgel, Klungkung, dan Buleleng yang
didirikan oleh I Gusti Ngurak Panji Sakti, dan selanjutnya muncul kerajaan yang
lain. Nama Kerajaan Buleleng semakin terkenal, terutama setelah zaman
penjajahan Belanda di Bali. Pada waktu itu pernah terjadi perang rakyat
Buleleng melawan Belanda.
Pada zaman kuno, sebenarnya Buleleng sudah berkembang. Pada masa perkembangan Kerajaan Dinasti Warmadewa, Buleleng diperkirakan menjadi salah satu daerah kekuasaan Dinasti Warmadewa. Sesuai dengan letaknya yang ada di tepi pantai, Buleleng berkembang menjadi pusat perdagangan laut. Hasil pertanian dari pedalaman diangkut lewat darat menuju Buleleng. Dari Buleleng barang dagangan yang berupa hasil pertanian seperti kapas, beras, asam, kemiri, dan bawang diangkut atau diperdagangkan ke pulau lain (daerah seberang). Perdagangan dengan daerah seberang mengalami perkembangan pesat pada masa Dinasti Warmadewa yang diperintah oleh Anak Wungsu. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya kata-kata pada prasasti yang disimpan di Desa Sembiran yang berangka tahun 1065.
Post a Comment
Post a Comment