Tentu kamu pernah membaca atau bahkan datang untuk melihat kemegahan candi Borobudur. Candi yang terletak di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Dari bentuk arsitekturnya candi itu merupakan candi Buddha. Candi yang megah itu merupakan satu di antara tujuh keajaiban dunia. Kamu tentu bangga dengan tinggalan budaya itu dan harus dapat merawat peninggalan yang sangat berharga tersebut. Tidak jauh dari candi Borobudur, terdapat Candi Prambanan. Candi Hindu itu terletak di perbatasan Kota Daerah Istimewa Yogyakarta dengan Surakarta, Jawa Tengah. Kedua candi yang megah itu merupakan bukti perkembangan agama dan kebudayaan Hindu-Buddha di Indonesia. Tentu kamu pernah membaca cerita rakyat tentang Lara Jonggrang dan Bandung Bondowoso. Cerita yang melatarbelakangi terjadinya Candi Prambanan itu. Benarkah itu suatu kejadian nyata ataukah hanya sebuah mitos belaka? Kamu dapat mendiskusikannya bersama teman-teman.
Dua mahakarya itu
merupakan bukti-bukti pencapaian yang luar biasa pada Dinasti Syailendra.
Setelah masa dinasti itu surut, pusat kebudayaan dan politik kerajaan pindah ke
Jawa bagian timur. Di Jawa bagian timur itu kemudian berdirilah kerajaan yang
diperintah oleh keturunan Raja Mataram yang bernama Mpu Sindok. Beberapa sumber
sejarah yang berasal dari Cina menyebutkan tentang adanya hubungan perkawinan
antara raja Jawa dan Bali pada masa pemerintahannya.
Sementara itu, di Sumatra terdapat Kerajaan yang sangat terkenal,
yaitu Sriwijaya. Kerajaan yang handal menjalin hubungan dengan dunia
internasional melalui jaringan perdagangan dan kemaritimannya. Dalam masa
itulah para pedagang datang dari
India, Cina dan Arab untuk
meramaikan Sriwijaya. Saat Sumatra di bawah Dinasti Syailendra, kerajaan itu
dapat menguasai kerajaan-kerajaan lain di sepanjang Selat Malaka. Pada masa itu
pula hubungan dengan India dan Cina berkembang pesat. Bahkan hubungan itu
sangat berpengaruh dalam perkembangan budaya pada masa itu, bahkan hingga saat
ini pengaruh kedua budaya itu masih dapat kita temui. Kehebatan Sriwijaya juga
ditunjukkan dengan adanya “dharma” (sumbangan) dari Raja Sriwijaya untuk
mendirikan asrama di Nalanda. Sriwijaya pun menjadi pusat belajar agama Buddha
pada masa itu. Sumber-sumber Tibet dan Nepal menyebutkan, seorang pendeta Buddha
yang bernama Atisa, belajar Agama Buddha di Sriwijaya selama 12 tahun, atas
saran I-tsing, seorang musafir dari Cina yang lebih dahulu pernah singgah di
Sriwijaya.
Jika mengunjungi Candi
Prambanan atau Candi Borobudur, kamu akan melihat kisah dalam dunia wayang.
Tentu kamu juga pernah mendengar tentang wayang, atau bahkan ada yang suka
melihat wayang. Wayang sudah dikenal oleh nenek moyang kita sejak masa
Hindu-Buddha. Melalui wayang kisah Mahabharata dipentaskan. Kisah yang hingga
saat ini masih populer adalah Kisah Bharatayudha. Kisah yang
menceritakan tentang perang saudara antara Kurawa dan Pandawa, tentang kebaikan
yang mengalahkan kejahatan. Cerita itu merupakan saduran dari India. Seorang
pujangga Jawa diperintahkan oleh Jabajaya untuk menulis cerita itu dalam versi
Jawa. Jayabaya adalah Raja Kediri yang kekuasaannya tidak dapat ditentang oleh
kerajaan-kerajaan lain. Raja ini pula yang dikenal karena kehebatan ramalannya.
Selain Mahabharata juga dikenal cerita tentang Ramayana. Dari kisah Ramayana
itulah disebutkan adanya Jawadwipa, pulau yang kaya dengan tambang emas dan
perak.
Nama Jawadwipa juga sudah
dikenal oleh seorang ahli geografi Yunani, Ptolomeus, pada awal tarikh Masehi
dengan nama “Labadiu”. Jadi nama Kepulauan Indonesia sudah ditulis dan dikenal
oleh penulis Barat jauh pada masa awal Masehi. Ptolomeus menyebutkan bahwa
Pulau Labadiu artinya Pulau Padi atau dikenal pula dengan Jawadwipa.
Nah, bagaimanakah Agama
Hindu dan Buddha dapat masuk di Kepulauan Indonesia? Banyak ahli yang
berpendapat tentang itu. Pada bab ini kita akan belajar tentang masuk dan
berkembangnya pengaruh-pengaruh India dan Cina, serta capaian-capaian yang
dilakukan para penguasa pada masa saat itu dan proses masuknya agama Hindu dan
Buddha. Pada saat ini pula peranan pedagang, penguasa, dan pujangga sangat
terlihat dari bukti-bukti capaian budaya pada saat itu yang hingga saat ini
masih dapat kita jumpai.
1. Lahirnya
Agama Hindu
Pertumbuhan
dan perkembangan kebudayaan Hindu di India berkaitan dengan sistem kepercayaan
bangsa Arya yang masuk ke India pada 1500 SM. Kebudayaan Arya berkembang di
Lembah Sungai Indus India. Bangsa Arya mengembangkan sistem kepercayaan dan
sistem kemasyarakatan yang sesuai dengan tradisi yang dimilikinya. Sistem
kepercayaan itu berupa penyembahan terhadap banyak dewa yang dipimpin oleh
golongan pendeta atau Brahmana. Keyakinan bangsa Arya terhadap kepemimpinan
kaum Brahmana dalam melakukan upacara ini melahirkan kepercayaan terhadap
Brahmanisme. Selanjutnya, golongan ini juga menulis ajaran mereka dalam
kitab-kitab suci yang menjadi standar pelaksanaan upacara-upacara keagamaan.
Kitab suci agama Hindu disebut Weda (Veda), artinya pengetahuan tentang
agama. Sanusi Pane dalam bukunya Sejarah Indonesia menjelaskan tentang
Weda terdiri dari 4 buah kitab, yaitu:
a. Rigweda
Rigweda adalah kitab yang
berisi tentang ajaran-ajaran Hindu. Rigweda merupakan kitab yang tertua dan
kemungkinan muncul pada waktu bangsa Arya masih berada di daerah Punjab.
b. Samaweda
Samaweda adalah kitab yang
berisi nyanyian-nyanyian pujaan yang wajib dilakukan ketika upacara agama.
c. Yajurweda
Yajurweda adalah kitab
yang berisi dosa-doa yang dibacakan ketika diselenggarakan upacara agama.
Munculnya kitab ini diperkirakan ketika bangsa Arya mengusai daerah Gangga
Tengah.
d. Atharwaweda
Atharwaweda adalah kitab
yang berisi doa-doa untuk menyembuhkan penyakit, doa untuk memerangi raksasa.
Doa-doa atau mantera pada kitab ini muncul setelah bangsa Arya berhasil
menguasai daerah Gangga Hilir.
Agama Hindu bersifat
Politheisme, yaitu percaya terhadap banyak dewa yang masing-masing dewa
memiliki peranan dalam kehidupan masyarakat. Ada tiga dewa utama dalam agama Hindu
yang disebut Trimurti terdiri dari Dewa Brahma (dewa pencipta), Dewa Wisnu
(dewa pelindung), dan Dewa Siwa (dewa perusak).
Sistem kemasyarakatan yang
dikembangkan oleh bangsa Arya adalah sistem kasta. Sistem kasta mengatur
hubungan sosial bangsa Arya dengan bangsa-bangsa yang ditaklukkannya. Sistem
ini membedakan masyarakat berdasarkan fungsinya. Golongan Brahmana (pendeta)
menduduki golongan pertama. kesatria (bangsawan, prajurit) menduduki
golongan kedua. Waisya (pedagang dan petani) menduduki golongan ketiga,
sedangkan Sudra (rakyat biasa) menduduki golongan terendah atau golongan
keempat. Sistem kepercayaan dan kasta menjadi dasar terbentuknya kepercayaan
terhadap Hinduisme. Penggolongan seperti inilah yang disebut caturwarna.
2. Lahirnya Agama Buddha
Agama Buddha lahir sekitar
abad ke-5 SM. Agama ini lahir sebagai reaksi terhadap agama Hindu terutama
karena keberadaan kasta. Pembawa agama Buddha adalah Sidharta Gautama (563-486
SM), seorang putra dari Raja Suddhodana dari Kerajaan Kosala di Kapilawastu.
Untuk mencari pencerahan hidup, ia meninggalkan Istana Kapilawastu dan menuju
ke tengah hutan di Bodh Gaya. Ia bertapa di bawah pohon (semacam pohon
beringin) dan akhirnya mendapatkan bodhi, yaitu semacam penerangan atau
kesadaran yang sempurna. Pohon itu kemudian dikenal dengan pohon bodhi.
Sejak saat itu, Sidharta Gautama dikenal sebagai Sang Buddha, artinya
yang disinari. Peristiwa ini terjadi pada tahun 531 SM. Usia Sidharta waktu itu
kurang lebih 35 tahun. Wejangan yang pertama disampaikan di Taman Rusa di Desa
Sarnath.
Dalam ajaran Buddha
manusia akan lahir berkali-kali (reinkarnasi). Hidup adalah samsara,
menderita, dan tidak menyenangkan. Menurut ajaran Buddha, hidup manusia adalah
menderita, disebabkan karena adanya tresna atau cinta, yaitu cinta
(hasrat/nafsu) akan kehidupan. Penderitaan dapat dihentikan, caranya adalah
dengan menindas tresna melalui delapan jalan (astawida), yakni
pemandangan (ajaran) yang benar, niat atau sikap yang benar, perkataan yang
benar, tingkah laku yang benar, penghidupan (mata pencaharian) yang benar,
usaha yang benar, perhatian yang benar, dan semadi yang benar.
3. Masuknya pengaruh
Hindu-Buddha
Agama dan kebudayaan
Hindu-Buddha berkembang di Indonesia. Satu bukti adalah ditemukannya arca
Buddha terbuat dari perunggu di daerah Sempaga, Sulawesi Selatan.
Menurut ciri-cirinya, arca Sempaga memperlihatkan langgam seni arca Amarawati
dari India Selatan. Arca sejenis juga ditemukan di daerah Jember, Jawa
Timur dan daerah Bukit Siguntang Sumatra Selatan. Di daerah Kota Bangun Kutai,
Kalimantan Timur, juga ditemukan arca Buddha. Arca Buddha itu memperlihatkan
ciri seni area dari India Utara. Kalau begitu kapan agama dan kebudayaan
Hindu-Buddha dari India itu masuk ke Kepulauan Indonesia?
Proses masuknya
Hindu-Buddha atau sering disebut Hindunisasi di Kepulauan Indonesia ini
masih ada berbagai pendapat. Sampai saat ini masih ada perbedaan pendapat
mengenai cara dan jalur proses masuk dan berkembangnya pengaruh Hindu-Buddha di
Kepulauan Indonesia. Beberapa pendapat (teori) tersebut dijelaskan pada uraian
berikut.
Pertama, sering disebut dengan teori kesatria. Dalam kaitan ini R.C.
Majundar berpendapat, bahwa munculnya kerajaan atau pengaruh Hindu di Kepulauan
Indonesia disebabkan oleh peranan kaum kesatria atau para prajurit India. Para
prajurit diduga melarikan diri dari India dan mendirikan kerajaan-kerajaan di
Kepulauan Indonesia dan Asia Tenggara pada umumnya. Namun, teori Kesatria yang
dikemukakan oleh R.C. Majundar ini kurang disertai dengan bukti-bukti yang
mendukung. Selama ini belum ada ahli akelog yang dapat menemukan bukti-bukti
yang menunjukkan adanya ekspansi dari prajurit-prajurit India ke Kepulauan
Indonesia. Kekuatan teori ini terletak pada semangat untuk petualangan para
kaum kesatria.
Kedua, teori
Waisya. Teori ini terkait dengan pendapat N.J. Krom yang mengatakan
bahwa kelompok yang berperan dalam dalam penyebaran Hindu-Buddha di Asia
Tenggara, termasuk Indonesia adalah kaum pedagang. Pada mulanya para pedagang
India berlayar untuk berdagang. Pada saat itu jalur perdagangan melalui lautan
yang tergantung dengan adanya musim angin yang menyebabkan mereka tergantung
pada kondisi alam. Bila musim angin tidak memungkinkan maka mereka akan menetap
lebih lama untuk menunggu musim baik. Para pedagang India pun melakukan
perkawinan dengan penduduk pribumi dan melalui perkawinan tersebut mereka
mengembangkan kebudayaan India. Menurut G. Coedes, yang memotivasi para
pedagang India untuk datang ke Asia Tenggara adalah keinginan untuk memperoleh
barang tambang terutama emas dan hasil hutan.
Ketiga, teori
Brahmana. Teori sesuai dengan pendapat J.C. van Leur bahwa Hinduninasi
di Indonesia disebabkan oleh peranan kaum Brahmana. Pendapat van Leur
didasarkan atas temuan- temuan prasati yang menggunakan bahasa Sanskerta dan huruf
pallawa. Bahasa dan huruf tersebut hanya dikuasai oleh kaum Brahmana.
Selain itu, adanya kepentingan dari para penguasa untuk mengundang para
Brahmana India. Mereka diundang ke Asia Tenggara untuk keperluan upacara
keagamaan. Seperti pelaksanaan upacara inisiasi yang dilakukan oleh para kepala
suku agar mereka menjadi golongan kesatria. Pandangan ini sejalan dengan
pendapat yang dikemukan oleh Paul Wheatly bahwa para penguasa lokal di Asia
Tenggara sangat berkepentingan dengan kebudayaan India guna mengangkat status
sosial mereka.
Keempat,
teori yang dinamakan teori Arus Balik. Teori ini lebih menekankan pada
peranan bangsa Indonesia sendiri dalam proses penyebaran kebudayaan
Hindu-Buddha di Indonesia. Artinya, orang-orang di Kepulauan Indonesia terutama
para tokoh-tokohnya yang pergi ke india. Di India mereka belajar hal ihwal
agama dan kebudayaan Hindu-Buddha. Setelah kembali ke Kepulauan Indonesia
mereka mengajarkan dan menyebarkan ajaran agama itu kepada masyarakatnya.
Pandangan ini dapat dikaitkan dengan pandangan F.D.K. Bosch yang menyatakan
bahwa proses Indianisasi di Kepulauan Indonesia dilakukan oleh kelompok
tertentu, mereka itu terdiri atas kaum terpelajar yang mempunyai semangat untuk
menyebarkan Buddha. Kedatangan mereka disambut baik oleh tokoh masyarakat.
Selanjutnya karena tertarik dengan ajaran Hindu- Buddha mereka pergi ke India
untuk memperdalam ajaran itu. Lebih lanjut Bosch mengemukakan bahwa proses
Indianisasi adalah suatu pengaruh yang kuat terhadap kebudayaan lokal.
Berdasarkan teori-teori
yang dikemukan di atas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa masyarakat di
Kepulauan Indonesia telah mencapai tingkatan tertentu sebelum munculnya
kerajaan yang bersifat Hindu-Buddha. Melalui proses akulturisasi, budaya yang
dianggap sesuai dengan karateristik masyarakat pada saat itu diterima dengan
menyesuaikan pada budaya masyarakat setempat saat itu.
Nah, bagaimana selanjutnya
dengan persebaran agama- agama itu? Beberapa bukti-bukti arkeologis menunjukkan
perkembangan masuknya agama Hindu-Buddha di Kepulauan Indonesia. Pengaruh Hindu
ditemukan berasal pada abad ke-4 - ke-5 Masehi. Prasasti yang ditemukan di
Kutai dan Tarumanagara yang menyebutkan sapi sebagai hewan persembahan
menunjukkan bahwa agama Hindu berkembang di daerah itu. Juga adanya penyebutan
Dewa Trimurti yaitu, Brahma, Wisnu, dan Siwa
Post a Comment
Post a Comment