Sejarah perkembangan dan peradaban Islam diwarnai oleh beraneka ragam
peristiwa. Sebagaimana kita ketahui, Islam pernah mengalami masa keemasan (the
golden of age), dan juga pernah mengalami masa keterpurukan. Hal inilah yang
seharusnya menjadi modal bagi kita umat Islam untuk bisa memaknai lika- liku
sejarah sehingga bisa bangkit dari keterpurukan untuk mewujudkan masa depan
peradaban yang lebih baik . Dalam sejarah peradaban Islam setelah masa
pemerintahan khulafaur-rasidin Islam terbagi menjadi dinasti-dinasti yang terus
berkembang pesat dan membawa pengaruh kepada peradaban dunia. Salah satunya
yang dikenal dengan nama Dinasti Mamluk. Dinasti Mamluk sendiri merupakan
dinasti pada masa keemasan Islam yang mampu mempengaruhi peradaban dunia.
Berangkat dari hal tersebut kami mencoba menguraikan hal-hal yang berkaitan
dengan Dinasti Mamluk sehingga menjadi pengetahuan bagi kita semua guna
mengambil pelajaran sejarah pada masa itu.
Di dalam sejarah peradaban Islam, tentang Dinasti Mamluk ini sangatlah penting karena sejarahnya bermula di abad pertengahan. Kepentingan pembahasan mengenai abad pertengahan ini (abad ke 7 hingga ke 11H / abad ke 13 hingga ke 17 M ) adalah karena era ini merupakan masa perbentukan salah satu sistem politik dalam Islam. Terjadi juga di era ini penerapan pemikiran –pemikiran di bidang sosial dan politik yang lahir sejak zaman dinasti-dinasti besar iaitu Bani Umayyah dan Bani Abbas, dan kesultanan-kesultanan lainnya di dunia Islam bahagian barat dan timur. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam. Selain itu makalah ini juga bertujuan sebagai sarana untuk menambah pengetahuan mahasiswa khususnya dalam memahami Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam.
1. Asal Usul dan Proses Pembentukan Dinasti Mamluk
Dinasti Mamluk di Mesir adalah dinasti terakhir didunia Arab untuk abad
Pertengahan (1250-1800 M). Kata Mamluk adalah bentuk mufrad dari kata Mamalik
dan Mamlukun yang berarti budak atau hamba yang dibeli dan di didik dengan
sengaja agar menjadi tentara dan pegawai pemerintah. Seorang Mamluk berasal
dari ibu bapak yang merdeka, bukan dari budak atau hamba sahaya. Berbeda dengan
‘abd, yang dilahirkan oleh ibu bapak yang juga berstatus sebagai hamba yang
kemudian dijual. Perbedaan lain adalah Mamluk biasanya berkulit putih,
sedangkan ‘abd berkulit hitam
Sebagian Mamluk berasal dari Mesir, yaitu golongan budak yang dimiliki
para sultan dan amir pada masa kesultanan Bani Ayyub. Para Mamluk Dinasti
Ayyubiyah ini berasal dari Asia Kecil, Persia, Turkistan dan Asia Tengah.
Mereka terdiri dari suku-suku bangsa Turki, Rusia, Kurdi, Syracuse dan bagian
kecil dari bangsa Eropa
Dinasti Mamluk didirikan oleh para budak. Mereka pada mulanya adalah
orang-orang yang ditawan oleh penguasa Dinasti Ayyubiyah sebagai budak,
kemudian dididik dan dijadikan tentaranya. Para Mamluk ini ditempatkan pada
kelompok tersendiri yang terpisah dari masyarakat. Oleh penguasa Ayyubiyah yang
terakhir, Al-Malik Al-Shaleh, mereka dijadikan tentara dan pengawal untuk
menjamin kelangsungan kekuasaannya. Pada masa ini mereka mendapatkan hak-hak
istimewa, baik dalam imbalan materil maupun dalam hal ketentaraan
Dinasti Mamluk di Mesir berkuasa selama lebih dari setengah abad. Philip
K. Hitti menyebutkan bahwa Dinasti Mamluk adalah dinasti yang luar biasa karena
dinasti ini dihimpun dari budak- budak yang berasal dari berbagai ras yang
dapat membentuk suatu pemerintahan disuatu negara yang bukan tumpah darah
mereka. Sultan- sultan yang berasal dari budak ini pantas mendapat acungan
jempol dengan keberhasilannya mendirikan suatu negara yang kokoh dan kuat
Pada masa penguasa ini, mereka mendapat hak-hak istimewa, baik dalam
karier ketentaraan maupun dalam imbalan-imbalan material. Kerajaan Mamluk
dibagi menjadi dua periode berdasarkan daerah asalnya yaitu Mamluk Bahri dan
Mamluk Buruj atau Burji yang datang kemudian. Golongan pertama disebut dengan
Mamluk Bahri. Dinamakan Mamluk Bahri karena tempat tinggal mereka di Pulau
ar-Raudah yang terletak di laut Arab, bahri bentangan delta sungai Nil. Golongan
pertama ini berasal dari kawasan Kipchak (Rusia Selatan), Mongol, dan Kurdi.
Mereka ditempatkan di Pulau Raudhah di Sungai Nil. Di sinilah mereka menjalani
latihan militer dan pelajaran keagamaan. Karena penempatan mereka inilah mereka
dikenal dengan julukan Mamluk Bahri (budak laut/air).
Golongan kedua dinamakan Mamluk Burji, yang berasal dari etnik Syracuse
di wilayah Kaukakus. dinamakan Mamluk Burji karena mereka menempati
benteng-benteng Arab, burji di Kairo. Kaum Bahri berasal dari Qipchaq, Rusia
Selatan, yang berdarah campuran antara Mongol dan Kurdi, sedangkan Burji adalah
orang-orang Circassia dari Caucasus. Golongan kedua inilah yang berhasil
bertahan untuk berkuasa pada Dinasti Mamluk. Dalam peta pemerintahan dinasti
Mamluk dalam perjalanannya kemudian banyak dikatakan oleh para sejarawan Golongan
kedua dinamakan Mamluk Burji, yang berasal dari etnik Syracuse di wilayah
Kaukakus. dinamakan Mamluk Burji karena mereka menempati benteng-benteng Arab,
burji di Kairo. Kaum Bahri berasal dari Qipchaq, Rusia Selatan, yang berdarah
campuran antara Mongol dan Kurdi, sedangkan Burji adalah orang-orang Circassia
dari Caucasus. Golongan kedua inilah yang berhasil bertahan untuk berkuasa pada
Dinasti Mamluk. Dalam peta pemerintahan dinasti Mamluk dalam perjalanannya
kemudian banyak dikatakan oleh para sejarawan
a. Mamluk
Bahri (648-792 H/ 1250-1389 M)
Nama Mamluk Bahri
dinisbatkan pada sebuah tempat yang disediakan oleh Sultan Malik Shaleh
Najmuddin Ayyub kepada para Mamluk, tempat ini berada di sebuah pulau di tepi
Sungai Nil, yaitu Pulau Raudhah. Pulau ini dilengkapi dengan senjata, pusat
pendidikan, dan latihan militer. Sejak itu para Mamluk ini dikenal denga
sebutan Al-Mamalik Al-Bahriyyah (para budak lautan). Salah satu yang merupakan
keunikan dari sejarah pemerintahan Dinasti Mamluk ini adalah adanya ambisi
untuk menjadi Sultan dari seorang Mamluk wanita 1250 M, Mamalik di bawah
pimpinan Aybak dan Baybars berhasil membunuh Turansyah. Setelah kejadian ini
Syajar Ad-Dur yang juga berasal dari kaum Mamluk mengambil alih kekuasaan.
Kekuasaannya berlangsung lebih kurang selama tiga bulan
teguran dari Khalifah Abbasiyah di Baghdad, bahwa yang memerintah itu
seharusnya adalah seorang pria dan bukan wanita. Syajar tidak sanggup menolak
perintah khalifah tersebut, akhirnya ia memutuskan untuk menikah dengan sultan
pengganti dirinya yang bernama Izzuddin Aybak agar dapat memerintah di belakang
layar. Akan tetapi segera setelah itu Aybak membunuh Syajar Ad-Dur dan
mengambil sepenuhnya kendali pemerintahan. Pada mulanya Aybak mengangkat
seorang keturunan penguasa Ayyubiyah bernama Musa sebagai sultan syar’i
(formalitas) di samping dirinya sebagai penguasa yang sebenarnya. Namun,
akhirnya Aybak juga mambunuh Musa. Ini merupakan akhir dari Dinasti Ayyubiyah
di Mesir dan awal dari kekuasaan Dinasti Mamalik Aybak resmi menjadi sultan
pertama Dinasti Mamluk Bahri. Ia berkuasa selama tujuh tahun (1250-1257 M).
Setelah meninggal ia digantikan oleh anaknya Ali yang masih berusia muda. Ali
kemudian mengundurkan diri pada tahun 1259 M dan digantikan oleh wakilnya,
Qutuz. Setelah Qutuz naik tahta, Baybars yang mengasingkan diri ke Syiria,
karena tidak senang dengan kepemimpinan Aybak kembali ke Mesir. Di awal tahun
1260 M, Mesir terancam serangan bangsa Mongol yang sudah berhasil menduduki
hamper seluruh dunia Islam. Kedu tentara bertemu di Ain Jalut pada tanggal 13
September 1260 M, tentara Mamalik di bawah pimpinan Qutuz dan Baybars berhasil
menghancurkan pasukan Mongol tersebut. Kemenangan ini membuat Mamalik menjadi
tumpuan harapan umat Islam di sekitarnya. Penguasa-penguasa Syiria segera
menyatakan setia kepada penguasa Mamalik
Perang ini merupakan peristiwa besar dalam sejarah Islam dan merupakan
kemenangan pertama kaum muslimin atas orang-orang Mongolia. Mereka berhasil
menghancurkan mitos yang mengatakan bahwa tentara Mongol tidak pernah terkalahkan
Pusat kekhalifahan Islam akhirnya berada di Kairo setelah Baghdad luluh
lantak oleh tentara Mongol. Setelah Qutuz digulingkan oleh Baybars, kerajaan
mamluk makin bertambah kuat. Bahkan, Baybars mampu berkuasa selama tujuh belas
tahun (657 H/1260 M- 676 H/ 1277 M) karena mendapat dukungan militer, dan tidak
ada lagi Mamluk senior selain Baybars. Kejayaan yang diraih pada masa Baybars
adalah memporak-porandakan tentara Salib di sepanjang Laut Tengah dan
Pegunungan Syiria. Ia juga menaklukkan daerah Nubia (Sudan) dan sepanjang
pantai Laut Merah. Prestasi Baybars yang lain adalah menghidupkan kembali
kekhalifahan Abbasiyah di Mesir setelah Baghdad dihancurkan oleh pasukan Mongol
di bawah pimpinan Hulagu Khan pada tahun 1258 M
Baybar juga meminta legalitas dari khalifah atas kekuasaannya, untuk
mendapatkan simpati rakyat Mesir sebagaimana Dinasti Ayyubiyah. Prestasi
Baybars dalam bidang agama, ia adalah sultan Mesir pertama yang mengangkat
empat orang hakim yang mewakili empat mazhab, ia juga mengatur keberangkatan
haji secara sistematis dan permanen. Ia juga dikenal sebagai sultan yang shaleh
dalam soal agama dan sungguh-sungguh dalam menjalankan ibadah. Di bidang
diplomatik, Baybars menjalin hubungan dengan pihak-pihak yang bershabat dan
tidak membahayakan kekuasaannya. Ia memperbaharui hubungan Mesir dengan
Konstantinopel, serta membuka hubungan Mesir dengan Sisilia. Selain itu ia juga
menjalin ikatan perdamaian dan hubungan baik dengan Barke (Baraka) yang
merupakan keponakan dari Hulagu Khan yang telah masuk Islam dan berkuasa di
Golden Horde dan Kipchak (wilayah di bagian Barat kerajaan Mongol).
Di bidang perekonomian dan perdagangan juga mengalami kemajuan pesat yang
membawa kepada kemakmuran. Jalur perdagangan yang sudah dibangun sejak Dinasti
Fathimiyah diperluas dengan membuka hubungan dagang dengan Italia dan Perancis.
Kota Kairo menjadi kota penting dan strategis sebagai jalur perdagangan Asia
Barat dan Laut Tengah dengan pihak Barat, dan menjadi lebih penting setelah
jatuhnya Baghdad. Baybars dan beberapa sultan setelahnya memberikan kebebasan
kepada petani untuk memasarkan hasil tani mereka. Hal ini mendorong mereka
untuk meningkatkan hasil pertaniannya, sehingga bisa meningkatkan pertumbuhan
ekonomi Mesir. Bidang perhubungan darat dan laut juga menjadi lancar dengan
membuat terusan-terusan, pelabuhan, dan meng hubungkan Kairo dan damaskus
dengan layanan pos cepat. Pos cepat ini hanya memakan waktu empat hari dengan
menggunakan beberapa ekor kuda yang tersedia pada setiap stasiun di sepanjang
jalan. Selain pos dengan menggunakan kuda, juga ada pos cepat menggunakan
burung merpati yang sudah ada sejak zaman Fathimiyah
Pada masa ini, ilmu pengetahuan juga mengalami kemajuan pesat. Hal ini
disebabkan jatuhnya Baghdad yang mengakibatkan sebagian ahli ilmu pengetahuan
melarikan diri ke Mesir. Dengan demikian Mesir berperan sebagai pusat
pengembangan ilmu pengetahuan, melanjutkan perjuangan kota-kota Islam lainnya
setelah dihancurkan oleh orang-orang Mongol. Di antara cabang-cabang ilmu
pengetahuan yang berkembang ketika itu adalah sejarah, kedokteran,
matematika,astronomi, dan ilmu agama
Di bidang sejarah tercatat nama-nama beberapa pakar, antara lain Ibnu
Khalikan, Ibnu Khaldun (penulis kitab al-‘Ibar), Abu Al-Fida’, Ibn Tagri Bardi
Atabaki, Al-Maqrizi yang terkenal sebagai seorang penulis sejarah kedokteran.
Bidang ilmu kedokteran juga mengalami kemajuan dengan adanya penemuan-penemuan
baru. Abu Hasan \Ali Nafis (w.1288) seorang kepala rumah sakit Kairo menemukan
susunan dan peredaran darah dalam paru-paru manusia, tiga abad lebih dahulu
dari Servetus (orang Portugis). Selain itu, juga terdapat tokoh-tokoh lain,
seperti Nasiruddin At-Tusi (1201-1274) seorang ahli observatorium, dan Abu
Faraj Tabari (1226-1286 M), ahli matematika.
Di bidang seni arsitektur juga berkembang dengan baik. Para sultan
berlomba mendirikan bangunan-bangunan monumental yang berseni tinggi.
Bermunculanlah bangunan sekolah-sekolah, masjid-masjid yang indah dan megah.
Bangunan-bangunan tersebut ada yang masih bisa kita saksikan hingga saat ini,
seperti masjid Rifa’I dan masjid Sultan Hasan di Kairo. Mesjid ini sempat
dikunjungi presiden Amerika Serikat, Barrack Obama, ketika kunjungannya ke
Mesir. Kita juga masih bisa saksikan salah satu bekas istana Mamalik di Maidan
Abbasiyah Kairo (Mesir).
Pemerintahan Mamluk selanjutnya dipimpin oleh Bani Bibarisiyah. Diawali
oleh Az-Zhahier Bibaris. Tapi tidak begitu banyak yang berarti kerajaan Mamluk
di bawah kekuasaan Bani Bibaris. Di antara sultan Bani Bibarisiyah adalah
Al-Mansur Qalawun (678 H-689 H/ 1280-1290 M) yang telah menyumbangkan jasanya
dalam pengembangan administrasi pemerintah, perluasan hubungan luar negeri
untuk memperkuat posisi Mesir dan Syam di jalur perdagangan internasional.
Sultan Mamluk yang memiliki kejayaan dan prestasi lainnya dari garis Bani
Qalawun adalah putra pengganti Qalawun, yaitu Nashir Muhammad (696 H/1296 M)
Masa setelah Bani Qalawun, tampuk pemerintahan Mamluk Bahri dipimpin oleh
Mamluk keturunan Muhammad hingga Sembilan sultan. Sultan terakhir dari Dinasti
Mamluk berasal dari Bani Sya’baniyah, Al-Shalih Hajj Assyraf bin Sya’ban
sekitar tahun 791 H/1388 M. Ia digulingkan oleh sultan Barquq yang menjadi
cikal bakal sultan pertama pada pemerintahan Mamluk Burji
Di antara peristiwa penting pada masa ini (pasca Qalawun) adalah sebagai
berikut:
1) Pada tahun 667 H/1268 M, Al Zahir Babiris mampu meluaskan pengaruhnya
di Hijaz.
2) Antara tahun 660-690 H/ 1261- 1291 M, orang- orang mamluk menggempur
kaum Salibis dan berhasil mengambil kembali beberapa kota di Syam.
3) pada tahun 680 H/1281 M,
Manshur Qalawun berhasil menghancurkan pasukan Tartar dengan sangat telak.
4) pada tahun 702 H/1312 M, An-Nashir Muhammad bin Qalawun berhasil
menaklukkan kepulauan Arwad dan mengusir orang-orang Salibis dari sana.
5) pada tahun yang sama pasukan Tartar juga dikalahkan dengan sangat
telak pada perang Syaqhat di dekat Damaskus, ikut dalam perang ini Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyah.
Sultan-sultan Mamluk Bahri |
Sultan-sultan Mamluk Bahri |
Sultan-sultan Mamluk Bahri |
Berakhirnya Mamluk Bahri disebabkan oleh Sultan shalih Hajj bin Sya’ban
yang masih kecil dan hanya memerintah selama dua tahun. Setelah itu di ganti
sultan lain sampai akhirnya sultan Barquq menguasai dan mengakhiri Dinasti
mamluk Bahri.
b. Mamluk
Burji (792-923 H./ 1389-1517 M.)
Masa pemerintahan Mamluk Burji diawali dengan berkuasanya sultan Barquq
(784-801 H/1382-1399 M) setelah berhasil menggulingkan sultan terakhir dari
Mamluk Bahri, Shalih Hajj bin Asyraf Sya’ban. Jika Baybars berhasil mengusir
Hulagu Khan yang mau menyerang Mesir, maka Barquq berhasil menahan Timur Lenk
dengan tentaranya untuk tidak memasuki wilayah Mesir tahun 1517, sehingga Mesir
selamat dari serangan Timur Lenk dan tentaranya yang kejam itu. Sesungguhnya
tidak ada perbedaan yang mendasar pada pemerintahan Mamluk Bahri dan Mamluk
Burji, baik dari status para sultan yang dimerdekakan ataupun dari segi sistem
pemerintahan
Pemerintahan selanjutnya dipimpin oleh sultan Al-Nashir Faraj (801-808
H/1399-1405 M), putra sultan Barquq dan merupakan salah seorang cucu Jengis
Khan yang telah masuk Islam dan berkuasa di wilayah Samarkand dan Khurasan
Banyak dari sultan-sultan Mamluk Burji naik tahta pada usia muda. Hal ini
menjadi salah satu faktor melemahnya dinasti Mamluk. Para Mamluk selalu
disibukkan dengan gejolak dan pertentangan yang terjadi.Dana kesultanan lebih
banyak dikeluarkan untuk aksi-aksi militer, sementara pemasukan semakin
menipis, sehingga pendidikan tidak begitu terperhatikan. Tekanan dari luar
wilayah Mamluk pun datang beruntun, karena Mamluk Burji tidak mengutamakan
persatuan dan banyak yang meminta bantuan luar. Sebagai contoh pada masa sultan
Asyraf Qaitbay (872-901 H), terjadi pemberontakan yang dilakukan oleh para amir
Maluk di wilayah Syam dan Aleppo, dan gerakan pengacau keamanan di Selatan
Mesir. Pada masa pemerintahan ini, terjadi penyerangan dari pasukan Turki
Utsmani terhadap wilayah Mamluk yang merupakan cikal bakal permusuhan antara
Dinasti Mamluk dan tentara Turki Utsmani
Begitulah seterusnya para sultan Mamluk dilanda krisis dan perang, baik
dari dalam maupun dari pihak luar seperti tentara Turki Utsmani, dan Portugis
yang melarang dan mengusik jalur perdagangan di Laut Tengah, hingga tewasnya
sultan Qanshus Al-Guri ketika berperang melawan Turki Utsmani pada tahun 922
H/1516 M. Sejak itu Dinasti Mamluk berada di bawah bayang-bayang tentara Turki
Utsmani. Keadaan seperti inilah yang menyebabkan Mamluk Burji tidak bisa
membuat kemajuan seperti yang telah dicapai oleh Dinasti mamluk Bahri. Sultan
terakhir Dinasti Mamluk Burji adalah Asyraf Tumanbai. Ia adalah seorang pejuang
yang gigih, namun pada saat itu ia tidak mendapatkan dukungan dari golongan
Mamluk, sehingga ia harus menghadapi sendiri pasukan Turki Utsmani yang telah
berhasil menguasai khalifah Abbasiyah, Al-Mutawakkil. Akhirnya Tumanbai
ditangkap oleh pasukan Turki Utsmani atas bantuan beberapa amir Mamluk dan kemudian
digantung di salah satu gerbang kota Kairo, Bab Al- Zuwailah pada tahun 923
H/1517 M. Sejak saat itu, berakhirlah masa pemerintahan Dinasti Mamluk
Sultan-sultan Mamluk Burji |
Sultan-sultan Mamluk Burji |
2.
Kemunduran dan Kehancuran Dinasti Mamluk
Kehancuran pemerintahan Mamluk, baik Bahri maupun Burji pada dasarnya
berasal dari internal istana sendiri. Meskipun faktor luar cukup memberikan
pengaruh terhadap kehancuran Mamluk sebagai faktor eksternal. Gaya hidup yang
tinggi diperlihatkan oleh sultan Nashir selama ia memerintah. Misalnya, ketika
Nashir mengadakan pesta perkawinan anaknya, ia menyajikan 18.000 irisan roti,
menyemblih 20.000 ekor ternak, dan menyalakan 3.000 batang lilin untuk
menerangi istananya. Selain itu, Nashir suka mengeluarkan uang untuk kesenangann
pribadinya, seperti kesenangannya berolah raga kuda. Ia sanggup mengeluarkan
30.000 Dinar demi seekor kuda yang ia senangi. Gaya hidup yang tinggi pada masa
Nashir dibebankan kepada rakyat, sehingga rakyat harus membayar pajak yang
lebih tingggi. Akibatnya hasil produksi rakyat menurun. Hal ini menjadi salah
satu sebab runtuhnya Dinasti Mamluk
Secara internal, sebagai temuan Ibn Al-Taghri Birdi yang dikutip K.Hitti
menjelaskan bahwa: “Faktor kehancuran Mamluk Burji tampak terlihat dari para
sultan dan pegawainya yang berprilaku buruk, seperti tipu daya, pembunuhan, dan
pembantaian. Sebagian sultan melakukan tindakan kejam, curang, dan kebanyakan
dari mereka tidak beradab
Korupsi dan monopoli ekonomi dilakukan oleh para sultan dalam mengelola
pembangunan. Seperti sultan Barsibai, sebelum harga naik, ia memonopoli
persediaan rempah yang ada, kemudian menjualnya dengan harga yang sangat
tinggi. Dia juga memonopoli produksi gula, dan melangkah lebih jauh dengan
melarang tanaman tebu selama satu periode dengan tujuan mendapatkan keuntungan
yang sangat bear baginya.
Secara eksternal, kalangan Mamluk Burji lebih tidak peduli dengan urusan
luar negerinya, mereka lebih tertarik untuk mengurusi persoalan domestik dalam
negeri. Kondisi ini terbaca oleh musuh-musuh lamanya, seperti tentara Mongol
yang berkeinginan untuk merebut kembali kekuasaan Dinasti Mamluk, ditambah
dengan pasukan Utsmani yang memperparah kehancuran Mamluk Burji
Jadi dapat disimpulkan bahwa faktor- faktor yang menyebabkan Dinasti
Mamluk ini mengalami kemunduran dan kehancuran di antaranya adalah :
a. Perebutan Kekuasaan
b. Kemewahan dan korupsi
c. Merosotnya perekonomian
d. Serangan dari Turki usmani
peradaban islam peradaban islam di indonesia peradaban islam di spanyol peradaban islam pada masa khulafaur rasyidin peradaban islam adalah peradaban islam di andalusia peradaban islam pada masa dinasti abbasiyah peradaban islam pada masa dinasti umayyah peradaban islam mencapai puncak kejayaan pada masa khalifah
Post a Comment
Post a Comment