Kirinyuh (Chromolaena odorata), Gulma dengan banyak potensi manfaat
Layaknya mata pisau, Kirinyuh (Chromolaena odorata) memiliki dua sisi yang berbeda. Di satu sisi, kirinyuh adalah gulma atau tumbuhan penganggu yang sangat merugikan tanaman budidaya di sekitarnya, karena merupakan kompetitor dalam penyerapan air dan unsur hara, sehingga menyebabkan penurunan hasil yang sangat tinggi pada tanaman perkebunan, seperti karet, kelapa sawit, kelapa, dan jambu mete. Namun di sisi lainnya, C. odorata ternyata memiliki berbagai potensi yang bermanfaat bagi kehidupan manusia, seperti pupuk organik, biopestisida, serta obat, dan uniknya gulma ini dapat membasmi gulma juga (sebagai herbisida).
Mengenal C. odorata
C. odorata dikenal dengan nama
“Kirinyuh”. Tumbuhan ini termasuk dalam famili Asteraceae/Composite, berdaun
oval dan bergerigi pada bagian tepi, serta berbunga pada musim kemarau,
serentak selama 3-4 minggu (Prawiradiputra, 1985). Tumbuhan ini dapat tumbuh
pada ketinggian 1.000-2.800 m dari permukaan laut, tetapi di Indonesia banyak
ditemukan di dataran rendah (0-500 m dpl) seperti di perkebunan karet, kelapa
sawit, kelapa, dan jambu mete serta padang penggembalaan. Sifatnya yang tidak
tahan naungan, membuat tumbuhan ini tumbuh subur dengan adanya sinar matahari
yang cukup (FAO, 2006).
Kirinyuh memiliki kemampuan
mendominasi area dengan sangat cepat. Hal ini didukung karena jumlah biji yang
dihasilkan sangat melimpah. Setiap tumbuhan dewasa mampu memproduksi sekitar 80
ribu biji setiap musim (Departemen Sumber Daya Alam, Mineral dan Air dari
Australia; 2006). Pada saat biji pecah dan terbawa angin, lalu jatuh ke tanah,
biji tersebut dapat dengan mudah berkecambah. Dalam waktu dua bulan saja,
kecambah dan tunas-tunas telah terlihat mendominasi area. Kepadatan tumbuhan
bisa mencapai 36 batang tiap meter persegi, yang berpotensi menghasilkan
kecambah, tunas, dan tumbuhan dewasa berikutnya (Yadav dan Tripathi 1981).
Sisi
Merugikan C. odorata
Secara umum, tumbuhan ini menyandang
status sebagai gulma atau tumbuhan pengganggu, yang merupakan kompetitor
tanaman budidaya, terutama dalam hal penyerapan air dan unsur hara.
Prawiradiputra (2007) mengemukakan
bahwa tumbuhan ini merupakan gulma yang sangat merugikan karena: (1) dapat
mengurangi kapasitas tampung padang penggembalaan, (2) dapat menyebabkan
keracunan, bahkan mungkin sekali kematian ternak, (3) menimbulkan persaingan
dengan rumput pakan, sehingga mengurangi produktivitas padang rumput, dan (4)
dapat menimbulkan bahaya kebakaran terutama pada musim kemarau. Selain itu,
gulma ini juga diketahui dapat menjadi tempat persembunyian bagi serangga yang
merugikan, antara lain dari ordo Hemiptera dan Diptera.
Melihat cukup seriusnya dampak buruk
yang ditimbulkan dari keberadaan gulma ini, maka pada tahun 1993 hingga
pertengahan 1994, Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) bekerjasama dengan
Australia Centre for International Agricultural Research (ACIAR) mengintroduksi
lalat puru Procecidochares connexa dari Tucuman, Argentina, yang merupakan
musuh alami C. odorata. P. connexa meletakkan telur pada pucuk muda C. odorata,
kemudian larva yang menetas segera masuk ke dalam jaringan pucuk untuk membuat
puru. Larva berkembang dan memupa di dalam puru, satu puru dapat berisi
beberapa larva masing-masing dalam ruang yang berbeda. Lalat dewasa keluar dari
puru dengan membuat lubang keluar. Terbentuknya puru diharapkan dapat menekan
pertumbuhan dan pembentukan biji C. odorata (Mudita 2012).
Sekilas cara pengendalian dengan
lalat ini cukup berhasil, namun penelitian lebih lanjut yang dilakukan oleh
seorang mahasiswa jurusan Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian
Undana menunjukan bahwa lalat puru ini dapat menghambat pertumbuhan vegetatif
C. odorata, tetapi tidak mampu menghambat pertumbuhan generatif. Jumlah cabang
yang tumbuh di atas puru justru menjadi lebih banyak sehingga biji yang
dihasilkan gulma menjadi lebih banyak. Populasi lalat puru juga sangat menurun
pada musim kemarau karena untuk bertelur diperlukan pucuk muda sedangkan pada
musim kemarau sebagian besar tegakan C. odorata mengering dan dibakar.
Sampai saat ini, pengendalian
kirinyuh yang paling baik adalah dengan kombinasi pembabatan dan herbisida
(Prawiradiputra 2007). Pengendalian cara hayati juga baik namun memerlukan
waktu yang lama, sedangkan dengan herbisida saja akan terlalu mahal dan
menimbulkan efek residu/pencemaran lingkungan.
Sisi
Menguntungkan C. odorata
Jika kita menilik lebih dalam,
dibalik sisi merugikannya tersebut, gulma ini juga ternyata memiliki sejumlah
potensi besar yang dapat dimanfaatkan oleh manusia. Dari pengolahan gulma ini
dapat dihasilkan pupuk organik, biopestisida, obat, dan herbisida. Hal ini
tentu saja sangat menguntungkan, sekaligus dapat mengurangi dampak buruk
keberadaannya.
Sebagai
Pupuk Organik
C. odorata memiliki keunikan
tersendiri, selain dapat berkembang dengan cepat, gulma ini juga mampu tumbuh
di lahan marginal dan miskin air (Jamilah 2005). Jika dipangkas, maka 3 (tiga) bulan
kemudian akan tumbuh kembali bahkan dapat menghasilkan 4 ton/ha atau setara 1,2
ton/ha bahan kering kandungan pupuk buatan (73 kg Urea, 97 kg SP-36 dan 84 kg
KCl). Pengolahan gulma ini lebih lanjut hingga menjadi kompos, dapat
menghasilkan nilai kandungan hara lebih tinggi di bandingkan dengan kandungan
pada pupuk kandang dari kotoran sapi (Kastono 2005),dengan komposisi 2.42 %N,
0.26 %P, 50.40 %C, dan 20.82 C/N. Selain itu, daun dan ranting hijaunya dapat
dipakai untuk membuat pupuk cair.
Sebagai
Biopestisida
a.
Sebagai insektisida
Pemanfaatan daun C. odorata sebagai
pestisida nabati telah dimulai pada beberapa hama antara lain pada ordo
Lepidoptera, Coleoptera, Hemiptera dan Isoptera. Variasi aktivitasnya dapat
berupa efek insektisidal atau repelen, tergantung spesies hamanya. Gulma ini
diketahui mengandung sejenis alkaloid Pyrolizidine Alkaloids (PAs), yang
berfungsi sebagai penghambat makan dan insektisidal (Moder 2002; cit Haryati et
al., 2004).
Berdasarkan hasil penelitian Hidayah
(2010), C. odorata cukup efektif dalam mengendalikan beberapa OPT penting,
termasuk S.litura pada tanaman tembakau.
b.
Sebagai Larvasida
C. odorata mengandung senyawa fenol,
alkaloid, triterpenoid, tanin, flavonoid (eupatorin) dan limonen. Kandungan
tanin yang terdapat dalam daun kirinyuh adalah sebesar 2,56% (Romdonawati
2009). Senyawa inilah yang dapat digunakan sebagai larvasida alami pada nyamuk
Aedes aegypti.
c.
Sebagai Nematisida
Menurut Haryati dkk (2004), C.
odorata mampu memberikan efek kronik pada nematoda parasit (Radhopolus
similis), dan beberapa jenis serangga seperti rayap, Sitophilus zeamais,
Prostephanus truncatus, Plutella xylostella, Spodoptera litura, dan Spodoptera
exigua. Hal ini disebabkan oleh adanya senyawa metabolik sekunder yang
dikandungnya.
Dari isolasi gulma ini berhasil
ditemukan sejumlah alkohol, flavononas, flavonas, khalkones, asam aromatik dan
minyak esensial. Minyak esensial dari daun gulma ini diduga dapat menimbulkan
efek pestisidal dan nematisidal.
d.
Sebagai termitisida
Berdasarkan hasil penelitian Hadi
(2010), ekstrak daun kirinyuh pada kertas dengan konsentrasi 2,5 % (LC-50)
mampu menimbulkan efek anti feedant pada rayap, bahkan bersifat toksik sehingga
rayap mengalami mortalitas.
e.
Sebagai fungisida
Panggabean (2009) menyatakan bahwa
ekstrak kirinyuh yang diaplikasikan secara pengolesan dapat menghambat
perkembangan gejala penyakit busuk buah kakao pada tingkat konsentrasi 70%.
f.
Sebagai Herbisida
Senyawa alelopati yang diproduksi
oleh gulma ini dapat menjadi racun bagi tanaman lain. Hasil penelitian Darana
(2006) menunjukkan bahwa ekstrak daun C. odorata dapat menghambat pertumbuhan
gulma di perkebunan teh.
g. Sebagai Pakan Hewan
Disamping efek mematikan pada
beberapa jenis OPT, gulma ini ternyata memiliki kandungan protein cukup tinggi
yang dapat dimanfaatkan dalam campuran pakan ternak. Sesuai pernyataan Marthen,
(2007), C. odorata mengandung protein (21-36%), alanine (4,03%), arginine
(4,96%), glysine (4,61%), lysine (2,01%), methionine (1,58%), cystine (1,30%),
leucine (7,01%), valine (6,20), dan asam glutamic (9,38%) setara dengan turi,
lamtoro dan gamal; produksi protein kasar sebesar 15 ton/thn. Gulma ini
memiliki keseimbangan asam amino yang baik untuk ternak monogastrik.
Palatabilitas lebih baik dari gamal, dan suplementasi dalam ransum mencapai 30%
mampu meningkatkan konsumsi serta pertumbuhan ternak kambing.
Penelitian di Pakistan oleh Bamikole
dan Osemwenkhoe (2004) menunjukkan bahwa pemberian tepung daun C. odorata
sebagai konsentrat sebanyak 30% pada pakan kelinci dapat menambah bobot badan.
Demikian pula halnya penambahan tepung 10% pada pakan burung puyuh dan ayam
pedaging (Ginting 2009). Selain itu, gulma ini juga mengandung senyawa anti
helmintik/obat anti cacing. Namun demikian pemanfaatan gulma ini perlu dikaji
lebih jauh karena memiliki zat anti nutrisi. Sesuai pernyataan Ikhimioya
(2003), C. odorata mengandung Haemagglutinnin 9.72 mg/g, Oxalate 1.89 %, Phytic
acid 1.34 % dan Saponin 0.50 %.
h.
Sebagai Obat
Laporan dari berbagai daerah
menunjukkan bahwa daun kirinyuh berkhasiat dan bisa digunakan sebagai obat.
Daun segarnya dipakai untuk menyembuhkan luka-luka, mengobati malaria, serta
gangguan maag dan mata.
gulma kirinyuh pengendalian gulma kirinyuh klasifikasi gulma kirinyuh gulma kirinyuh adalah rumput kirinyuh kirinyuh adalah kirinyuh (chromolaena odorata) pdf kirinyuh daun tanaman kirinyuh gulma sebagai obat
Post a Comment
Post a Comment